- Sebelum menikah, tolong pahami ini.
- Jadi, benarkah Anda siap menikah?
- 1. Anda atau calon adalah produk dari orang tua
- 2. Buka-Bukaan Luka.
- 3. It is a pattern. Not content
- 4. Toxic belief dan personal values
- 4. Integrity / unhealthy habit
- 5. Perhatikan lingkup pertemanan
- 6. Independency
- 7. Hot Button
- 8. Five Love Languages
- 9. Personality Traits
- 10. Marriage is about constantly changing of the season
- 11. Pre-marital course is matters.
- 12. Happiness is not the goal.
Sebelum menikah, tolong pahami ini.
Tak ada pernikahan yang kebal terhadap perceraian.
Sebab menikah bukan perkara cukup usia saja. Menikah juga bukan masalah seiman.
Menikah bukan muara untuk mencari kebahagiaan, apalagi sampai jadi tujuan dari waktu pacaran yang panjang. Menikah juga bukan sekedar pelampiasan kebutuhan badani.
Perjalanannya sangat panjang dan kompleks.
Menikah lebih dari sekadar letupan asmara atau solusi jangka pendek.
Sekali lagi, tidak ada SATU pun pernikahan yang kebal terhadap perceraian.
Semesra apapun.
Sekompak apapun.
Secinta apapun.
Dalam pernikahan, keduanya harus berusaha, perlu bekerja keras agar berhasil.
Sebagai seorang konselor, beberapa kali saya menangani klien yang memiliki isu dalam pernikahan. Bahkan beberapa diantaranya ingin menyerah.
Buat yang masih single, sebelum menikah, penting untuk tahu apa tujuan menikah dan membangun keluarga dari cara pandang holistik.
Mengapa? Karena Indonesia disinyalir menjadi negara darurat perceraian. Pada 2018, tercatat setengah juta perceraian di Indonesia. Artinya ada sekitar 40 kasus perceraian setiap jam nya. Wow!
Mengapa itu jadi masalah?
Karena keluarga adalah institusi pertama dan terkecil dalam unit masyarakat yang berdampak luas.
Sebuah perceraian, dapat mengakibatkan banyak konsekuensi lanjutan.
Fatherless
Toxic dad/mom
Abusive marriage
Sexual harrasment
Incest
Banyak masalah-masalah keluarga yang tercipta dalam pernikahan-pernikahan yang tidak matang. Semuanya, enggak sehat untuk jiwa.
Dampak perceraian teramat mahal karena bukan hanya dirasakan pasangan, namun juga ditanggung anak.
Banyak juga yang datang kepada saya di sesi konseling, bercerita bahwa mereka lah anak-anak tersebut.
Mereka besar sebagai korban kekerasan fisik dan psikis.
Korban pertengkaran dan perceraian orang tua.
Korban dari rumah yang ‘gerah’, sehingga membuat mereka harus mencari orang lain, tempat lain, hingga aktivitas lain, sebagai pelarian dari kesepian dan kesedihan.
Korban anak ini akhirnya tumbuh menjadi orang dewasa yang rapuh, traumatis, menimbun luka,dan tanpa sadar mengulang pola yang sama dalam kehidupan pernikahan mereka saat dewasa.

Jadi, benarkah Anda siap menikah?
Sebelum menikah, mari membahas 12 hal yang biasanya tidak terlalu dipedulikan (karena kadung jatuh cinta dan terbiasa) tapi sangat penting sebagai pertimbangan Anda. Sebab dampaknya bisa saja tidak indah untuk pernikahanmu kelak.
1. Anda atau calon adalah produk dari orang tua
Kita adalah produk orang tua atau orang yang mengasuh kita. Nilai, budaya, kebiasaan baik atau buruk, biasanya akan diturunkan.
Try to be realistic…
Bahwa secinta apapun Anda kepada calon dan sebaliknya, kita akan sangat sulit mengubah sifat dan kebiasaan. Simpelnya, what u see is what u get.
Saran :
– Perhatikan keluarga. Lihat bagaimana profil orang yang membesarkannya. Jangan meremehkan ini, karena meski tidak tinggal serumah lagi, nilai dan budaya akan tetap melekat.
– Sebelum menikah, alokasikan waktu untuk mengenal orang-orang yang membesarkannya. Perhatikan cara mereka bicara, dan cari tahu hal-hal apa yang biasanya menarik minat mereka.
– Tanyakan bagaimana ayahnya memperlakukan sang ibu, dan begitu juga sebaliknya.
– Perhatikan apa yang Anda atau calon rasakan tentang figur orang tua/care taker semasa kecil?
Setelah mengetahui poin-poin ini, maka Anda bisa mendapatkan gambaran realistis serta potensi konflik di masa depan.
2. Buka-Bukaan Luka.
Setiap orang punya masa lalu yang kurang mereka banggakan.
Selidikilah diri dan calon Anda sebelum menikah. Tentang luka batin, kesedihan, trauma, terutama yang terkait dengan hubungan orang tua-anak, atau masa kecilnya.
Tanya juga apa penyebab semua kandasnya hubungan degan mantan. Apa yang kira-kira enggak berhasil, dan apa yang ingin ia ubah dalam hubungannya dengan Anda.
Jika ia tidak bisa menerima masa lalu, kondisi orang tua atau keluarga Anda, maka keputusan terbaik adalah tidak melanjutkan hubungan pacaran ke pernikahan.
Jangan berpura-pura. Jangan mendiskon diri sendiri. Anda berharga, terlepas dari masa lalu Anda.
Jika Anda atau calon masih menyimpan luka dan trauma, sarankan untuk konsultasi dengan psikolog atau konselor.
Jangan sampai luka yang tidak dibereskan sebelum menikah, kelak bisa merusak pernikahan yang Anda bina.

3. It is a pattern. Not content
Siapa yang sering ribut-ribur receh sama pacar? Suka curiga enggak penting? Lelah menjaga hati?
Ini bukan masalah komunikasi. Ini masalah pola.
Sebab apapun konten di depan nanti, apakah anak, uang, liburan, gaya mendidik, gaya memasak, dan sebagainya, Anda akan selalu ribut dengannya.
Pernikahan tidak mengubah seseorang.
Pernikahan hanya menyingkap asli-nya seseorang lebih jelas lagi.
Jika sebelum menikah, Anda dan calon tidak berhasil mengubah pola dan terus menerus ribut yang enggak penting, melelahkan hati, mengurangi rasa hormat Anda pada si dia atau sebaliknya. maka masalah-masalah yang berbobot di pernikahan nanti bisa jadi menghantam pernikahan Anda.
4. Toxic belief dan personal values
Ini masih terkait dengan siapa Anda atau dia sebagai produk orang tua. Tanpa sadar kita sering dibombardir nilai atau kepercayaan tertentu, bahkan jika itu terasa salah.
Contoh :
- Kalau kamu enggak bisa kasih anak, nanti suami kamu menceraikan kamu
- Jangan suka bantuin kerjaan rumah. Itu sudah tanggung jawab isteri.
- Anak itu urusannya isteri. Suami cari duit aja.
- Kalau enggak korupsi, kapan kaya nya?
- Namanya laki-laki mana ada yg setia. Kucing di kasih ikan asin pasti enggak nolak
- Jadi perempuan jangan kepintaran, nanti enggak ada yang mau
- Karena saya anak broken home, rasanya saya juga akan gagal seperti kedua orang tua saya
- Anak cowok enggak boleh nangis.
- Kekerasan itu lumrah. Kalau enggak ngerti diberi tahu, harus tegas dan keras. Main pukul itu wajar
Anda bisa tambahkan lagi toxic belief apa yang masih menempel. Karena suka atau tidak suka that belief will drives you into reality
4. Integrity / unhealthy habit
Sebelum menikah, garisbawahi masalah kejujuran dan kebiasaan tidak sehat. Karena masalah dia hari ini akan jadi masalah Anda berdua dalam pernikahan.
Kalau sudah tahu dia tukang selingkuh atau pernah ketahuan selingkuh, ya enggak udah diteruskan, apalagi sampai menuju ke pelaminan.
Kalau pernah melakukan kekerasan fisik, psikis, verbal, atau posesif, lepaskan saja!
Enggak usah mikir lama-lama. Tidak satupun orang yang berhak merendahkan kamu, walaupun dia orang yang spesial di hati.
Perhatikan kalau dia suka berbohong, tukang ngutang atau punya cicilan kartu kredit. Karena utangnya akan menjadi utangmu juga.
Masalahnya akan jadi masalah kamu juga.
Really…
it is better to have broken heart today than having broken home tomorrow.
Jangan pernah takut membela masa depanmu.
Jangan pernah enggan beranjak dari situasi yang salah, selama masih ada kesempatan.

5. Perhatikan lingkup pertemanan
Perhatikan siapa sahabat terdekatnya, orang-orang yang ia percaya, yang selalu dicari, dan diklaim sebagai supporter nomor satu.
Jenisnya seperti apa?
Karena jagoan dan penjahat gak bisa main bareng. Mereka bersahabat karena punya values yang sama.
Circle seseorang itu dibagi tiga, yaitu, casual, close & intimate. Perhatikan orang-orang di area intimate, di luar keluarga.
6. Independency
Level kemandirian ini sangat penting.
Menikah itu soal bikin negara sendiri. Jika masih bertopang dengan keluarga asal, tentu akan jd potensi konflik.
Jika memungkinkan, berusahalah mandiri secara finansial.
If u cannot afford the life that u live now (because of your parents), be realistic.
Turunkan gaya hidup. Sesuaikan budget. Kalau dulu mau keliling dunia sesuka hati tinggal geret koper.
Sekarang? Mikirin nabung beli rumah, atau buat pendidikan anak dulu.
Duitnya cuma segitu? Ya udah terima aja. Kondisinya memang begitu.
Kedua, kalau punya masalah, apakah sudah bisa menyelesaikan secara mandiri?
Sebisa mungkin urusan rumah tangga adalah hal yang privat.
Lucu kan ya kalau lagi berantem lalu kabur ke rumah orang tua.
Atau dikit-dikit ngadu ke mertua tentang kelakuan anaknya.
Kitanya udah baik-baik aja, tapi keluarga ikutan pusing karena ‘drama Korea’ Anda.
7. Hot Button
Pernah liat dia marah? Apa yang membuat ia benar-benar marah?
Isu apa yang bikin dia gusar.
Konflik apa yang ingin ia hindari dari topik diskusi.
Everyone has their hot button.
Ini suatu waktu bisa meledak.
Ketika marah apakah ia kasar dan menyakiti?
Jika hot button-nya meledak, can you handle that?

8. Five Love Languages
Sebelum menikah, pelajari lima bahasa cinta, karena cara Anda merasa dicintai belum tentu sama dengan cara ia ingin dicintai.
Jika kamu suka dikasih kejutan, belum tentu dia juga suka.
Jangan-jangan dia sudah merasa dicintai dengan ngobrol santai.
Gimana tahunya?
Cari saja test Five Love Language dr. Gary Chapman di internet. Kerjakan berdua dan diskusikan hasilnya.
9. Personality Traits
Setiap orang punya karakter bawaan. Koleris,sanguin, atau ada juga tes MBTI, atau test DISC.
Sama seperti 5 bahasa cinta, coba cari tahu.
Karena perbedaan kecil bisa merusak sejuta persamaan.
10. Marriage is about constantly changing of the season
Pernikahan itu bukan sekedar pembagian tugas dan tanggung jawab. Bukan cuma sekadar hak dan kewajiban dalam tatanan konstruksi sosial.
Pernikahan dipenuhi berbagai musim yang berbeda-beda. Ada saatnya suami/isteri sakit. Bisnis bangkrut, kerja di PHK, masalah mertua/ipar/keluarga, kondisi keuangan, kondisi fisik,psikis, beban pikiran, harapan,impian, dan sebagainya
Setiap keluarga punya musim nya sendiri. Do not compare. Do a selective hearing.
11. Pre-marital course is matters.
Menikah bukan cuma soal cinta dan niat. Butuh ilmu, hikmat dan kekuatan dari Tuhan.
Marriage is not about togetherness. It is about ONEness, sevisi dan semisi.
Bagaimana caranya?
Perlu banget ikutan pre-marital counselling, kursus pra-nikah.
Kalau sudah ada bibit kurang baik, kan tidak perlu dilanjutkan.
Investasikan diri dan pasangan sebaik-baiknya untuk hal ini.
Sebelum menikah, jangan hanya mempersiapkan pesta yang megah, tapi juga persiapkan hati, mental dan kesatuan tujuan.

12. Happiness is not the goal.
Apa tujuan Anda menikah?
Agar bahagia? Kalau sudah enggak bahagia, lalu bagaimana?
Menikah (sekali lagi) butuh individu yang selalu siap belajar, berjuang dan beradaptasi.
Jika Anda tidak bahagia sekarang, maka sudah pasti pernikahan tidak akan membuat Anda bahagia.
No matter how smart you are, marriage will gets you!
In marriage there is no his or her team. It just us.